Archive for September, 2010

Ketika Nanti Rambutku Beruban

Kita kerap berbicara tentang masa depan
Tapi kita tak pernah tahu apa kita akan merasakannya

Sungguh, aku ingin hari esok tetap indah seperti biasa sayang.
Seperti waktu kita menyusuri jembatan pelangi
Sambil bergandengan tangan
Atau menjala gemerlap bintang yang melekat pada bola matamu

Duh, lucu rasanya membayangkan
Perihal kisah kita di masa depan.
Tapi kau tahu? Aku akan selalu membutuhkanmu
Seperti nanti
Aku membutuhkan tongkat untuk berdiri.

Apakah kelak ketika pucat salju melekat
Dan mencemari rambutku
Kau masih ada di sini? Di sisiku?
Menemaniku duduk di atas kursi goyang
Menghafal nama cucu-cucu kita.

Kadang kita ke taman
Menabur umpan kepada merpati putih gelandangan
Barang kali mereka
Bisa mengajarkan kita lebih jauh tentang kesetiaan.

Apa sinar yang datang
dari perapian musim dingin
Akan menghiasi kulit keriputmu yang selalu ku pandang
Ketika kau sedang merajut sebuah syal hangat untukku?

Tapi untuk apa syal itu?
Aku bukan lelaki yang sering berpergian
Untuk meneguk bir sampai bulan mengantuk
Karena aku akan lebih senang di rumah
Mengunyah waktu dengan segenap sisa gigi di rahang yang telah lapuk
Sambil memandangi album berdebu
Milik kita di masa lalu.

Bukan hanya tupai yang harus mengumpulkan kenari
Untuk persediaan makanan selama musim dingin
Mulai sekarang kita juga harus giat menimbun lebih banyak cerita
Agar nanti bisa kita kenang kembali di hari tua
Ketika pena kehabisan tintanya.

Sang Dewi dan Tangisnya

Lihat itu
Sang dewi menangis
Tak ada lagi yang mau memperhatikan bintang
Untuk menemaninya bernyanyi
Mungkin karena deru hujan
Membuat nada-nada indah menjadi percuma
Menyembunyikan semua yang bisa terdengar
Setiap rintihan dan nyanyian, sudah dilahap gemuruh halilintar

Dalam gigilnya, sang dewi memanggil
Mempertanyakan mengapa tak ada kehangatan yang menyelamatkan
Matahari sudah begitu terluka!
Enggan menyinari hati
Mungkinkah ini sebabnya mengapa pagi begitu kelam?

Lalu akan ku bawa kemanakah
bulan perakku
Bila matahari meretak
Padahal detak jantung
Sudah menyusun mimpi begitu tinggi

Engkau

Engkaulah terang yang memupuskan
Segala batasan dan alasan
Engkaulah penunjuk jalan menuju
Terang yang abadi dan kedamaian di hati

Engkaulah sayap yang selalu membentang
Siap mengajakku tanpa tetapi
Menuju suatu tempat nan indah
Di mana kasih selalu tercurah melimpah

Tuntunlah aku tuk
Menyatu dalam terang tanpa harus lenyap
Merengkuh kasihmu
Tanpa perlu surut

Sadarkanku
Tuk bangun dari ilusi kegelapan
Tanpa rasa gentar dan
Pergi…

Kini…
Ku siap untuk mengikuti terangmu
Menyebarkan kasih
Yang tlah kutrima dariMu

Jangan pergi,
Tunggu aku,
Manusia yang bercela ini
Di depan pintu gerbang surgaMu

Andai Masih Ada Kesempatan

Telah habis waktuku
Menyesali Semua ini
Dari fajar hingga petang
Diri ini masih terpaku

Tak terasa
bulir-bulir kristal jatuh dari kelopaknya
Aku percaya
Andai saja ia melihatnya
Pasti akan murka

Salahku..
Ini semua salahku
Bodohnya aku
Hingga tak tahu
harus kemana berlari

Sang khalik kecewa,,
Mungkin,,
Ia telah memberi persimpangan yang mudah
Padahal,
Itulah aku,
Dengan sanagt bodoh
Mengambil sisi yang lain

Kini ku letih
Mungkin,,
Sampai tiba waktuku,,
Aku akan tetap
kehilangan jiwa yang lain,,
Sampai aku mengembara dalam..

Kegelapan..

Browse > Home / Archive: September 2010 suratku untukmu negriku

waktu membuat kita mengerti
hinggap didada
mengisi kekosongan
mengalir seperti embun pagi

“MERDEKA”
sorak pemuda, pemudi

tidak
dimana kemerdekaan?
klo masih ada kelaparan
kalo masih terjajah

ikrar yang pernah kita bacakan disetiap upacara
janji dari anak bangsa
adalah satu tidak bercerai berai
tapi,
sekarang hanya satu batang lidi
ada sapu yang mudah lepas ikatannya
terkoyak didalam diri mereka sendiri

lihatlh kembali negeri ini
negeri para bajingan
negeri para koruptor
negeri para penjaja keindahan
negeri kaya akan alam
tapi miskin

Aku Harus Pergi

Aku datang tidak untuk semua ini
Tidak untuk menyadarkan engkau
Bahwa pada akhirnya setiap kenyataan dan harapan
Dari sungai pelangi mimpi yang kemarin kita arungi
Ternyata bukan milik kita
Tapi milik mereka yang beruntung dgn kisah abadinya

Dan aku pergi bukan karena semua itu
Bukan karena penat atau hatiku yang menyusut
Juga tidak untuk menemukan penggantimu
Karena kehadiran mereka hanya akan membuatku terjaga
Bahwa kaulah satu-satunya wanita yang pantas ada sampingku

Akan kita apakan kuil kenangan ini?
Merelakannya runtuh dan terabaikan?
Atau tetap berdiri kokoh pada ingatan dan sela lamunan?
Hmm, biarlah itu menjadi urusan waktu

Punah dari tata surya
Bukan berarti aku lelah memberimu cahaya
Salahkah, bila aku tak ingin genang pasang di lautan matamu
Menenggelamkan perasaan yang seharusnya membiak di setiap detak jarum jam?

Waktu yang membawaku ke dalam hidupmu
Waktu juga yang merenggutku darimu
Kita cukup tau itu, bukan?

Tahajjudku

Malamku semakin larut,,,
Dingin..menusuk kesetiap kolong kalbu
Aku terbangkit dari lelapku yang singkat
Dan,,kubsuh suci anggota wudluku..

Aku terharu disetiap lafalku..
Jantungku begitu cepat bedetak..
Saat kuberdiri diujung sajadah..
Yang tersinari redupnya lampu..
Ku ikhramkan takbirku..
ALLAHU AKBAR…………..

Kuberanikan diri…dengan pekatnya noda dan dosa…
Ingin kusentuh altar-Mu yang Quddus…
Ingin kubasahi sujudku dengan air mata..
Hingga mengharap percikan Maghfiroh-Mu..

Ya Allah….Ya Ghaffar…
Diriku takut,,,bukan karna ajal menantiku..
Tapi tumpukan dosa yang membuatku jauh dari rahmat-Mu..

Ya Allah…
Basuhlah kotoran dan kedurhakaan ini..
Agar tak terlalu perih kala kau cabut nyawaku nanti..

Tetaplah Disisiku

Tetaplah Disisiku
Ya Allah…
Dimanakah ku harus berlabuh…
Saat semua dermaga menutup pintu,
Dan berkata “ ini bukan untukmu…”
“Segara menjauh karna disini bukan tempatmu….!!!”
Ya Allah…
Katakan padaku, dermaga untukku berlabuh…???
Agar ku segera menghela nafas kehidupan yang baru.
Sampai kapan ku harus arungi waktu,..
Ku lelah Menunggu suatu yang tak pasti walau hanya Satu,..
Ya Allah …
Beri aku penerang jalan-Mu
Agar tak tersesat saat ku melaju,..
Kuatkan awak kapalku,
Saat badai menghalangi jalanku
Ya Allah …
Tetaplah disisiku,
Jangan Engkau menjauh dariku…
Karna ku mati tanpa hadir-Mu

Aku dan Bangau

Air danau nan tenang

Nyaris beku oleh dinginnya musim

Kala bangau menari diatasnya

Menari bagi sang kekasihnya

Aku berdiri di tepi danau itu

Menikmati indahnya salju yang turun

Lalu aku berteduh di sebuah paviliun

Duduk dan minum teh yang hangat

Bangau-bagau itu menari terus

Tak jarang bangau itu terbang dan mendarat lagi

Sebagian lagi terlihat cemas dan khawatir

Seperti ada sesuatu akan terjadi

Aku berpikir sejenak sambil memandang mereka

Apakah mereka bangau yang kebal udara dingin

Rasanya aku ingin berbagi tehku pada mereka

Tapi mereka hanya terus menari

Nostalgia Negeri Sampah

aku tak lagi heran
nusantara ini dipenuhi lautan sampah
disana-sini sering aku memandanginya
kotoran-kotoran manusia yang sejak lama telah ada

untunglah,
masih masih ada mereka
mereka sudi memilih dan memilah kotoran-kotoran itu
biarkan saja…
isi perut mereka adalah hasil jerih payahnya